Penjualan Karbon Pertamina Group Meningkat, Wujud Nyata Dekarbonisasi

Penjualan Karbon Pertamina Group Meningkat, Wujud Nyata Dekarbonisasi

JAKARTA - Penjualan kredit karbon oleh Pertamina NRE mengalami peningkatan yang signifikan di bursa karbon. Lonjakan ini mencerminkan semakin tingginya kesadaran industri terhadap perubahan iklim, yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk aktif dalam mengurangi emisi dari kegiatan operasional mereka. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan kredit karbon oleh Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE).

Pertamina NRE menjadi yang pertama menjual kredit karbon saat peluncuran IDX Carbon pada 26 September 2023. Dalam perdagangan perdana ini, volume kredit karbon yang diperdagangkan mencapai sekitar 864 ribu ton CO2e. Pada sesi perdana tersebut, sekitar 460 ribu ton CO2e terjual, dan pada Juli 2024, volume penjualan meningkat menjadi sekitar 565 ribu ton CO2e. Saat ini, Pertamina NRE mendominasi pasar kredit karbon Indonesia dengan pangsa pasar sebesar 93 persen.

Menurut Dicky Septriadi, Corporate Secretary Pertamina NRE, “Kami berkomitmen penuh terhadap dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya melalui perdagangan kredit karbon yang mendukung pengurangan emisi, terutama di sektor industri. Kami memiliki portofolio hijau dan sumber energi bersih yang dapat menghasilkan kredit karbon, dan kami terbuka untuk kolaborasi dengan industri lain yang ingin menurunkan emisi dari aktivitas mereka.”

Kredit karbon yang ditawarkan Pertamina NRE berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 5 dan 6 yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), anak perusahaan Pertamina NRE. Kredit karbon ini, yang dihasilkan antara tahun 2016 hingga 2020, mencapai volume sekitar 864 ribu ton CO2e dan telah memenuhi standar nasional KLHK.

Inisiatif perdagangan karbon memiliki potensi besar dalam mendukung pencapaian enhanced nationally determined contribution (ENDC) Indonesia, yang ditargetkan sebesar 31,89 persen tanpa dukungan internasional dan 43,2 persen dengan dukungan internasional. Dukungan regulasi yang kuat diperlukan untuk membangun ekosistem bisnis karbon yang efektif. Indonesia memiliki potensi besar dalam hal ini, baik berbasis teknologi maupun alam, berkat sumber energi bersih dan hutan yang melimpah.

Dicky juga menyatakan bahwa di masa depan, Pertamina NRE akan memperluas sumber kredit karbonnya tidak hanya dari PLTP tetapi juga dari sumber energi bersih lainnya. Sebagai contoh, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 berpotensi menghasilkan sekitar 3 juta ton CO2e setiap tahun. Selain itu, kredit karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Sei Mangkei juga sedang dalam tahap validasi, dengan estimasi kredit karbon sebanyak 150 ribu ton CO2e untuk periode 2021 hingga 2023 dan 200 ribu ton CO2e untuk periode 2024 hingga 2027.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menambahkan bahwa Pertamina mendorong seluruh unit bisnisnya untuk terlibat dalam perdagangan karbon. Hal ini sesuai dengan komitmen Pertamina Group untuk dekarbonisasi, yang bertujuan mempercepat pencapaian target pengurangan emisi karbon.

“Pertamina berkomitmen untuk menerapkan dekarbonisasi di seluruh lini bisnisnya dan bekerja sama dengan mitra untuk mencapai target Net Zero Emission,” ujar Fadjar.

Pertamina NRE berkomitmen untuk mencapai net zero emission paling lambat tahun 2060 dan menjadi pelopor dalam transisi energi melalui berbagai inisiatif hijau dan pengembangan bisnis berkelanjutan.

Sebagai pelopor dalam transisi energi, Pertamina terus mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan mendorong program-program yang berdampak langsung pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Upaya ini sejalan dengan penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh aspek bisnis dan operasi Pertamina.
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index